Header Ads

The Batik Story

Assalamualaikum wr. wb. Teman-teman, Perkenalkan namaku Nuril Qolbi Huda bisa dipaggil Nuril. Aku kelas 4 dari sekolah SDIT Ar-Ruhul Jadid. Aku tinggal di RT.02 RW.02 Dsn. Jambu DS. Jabon Kec. Jombang Kab. Jombang. Aku lahir di Surabaya, 02 Maret 2004.

Aku memiliki banyak cita-cita antara lain adalah guru agama, dokter, pemilik panti asuhan, pengusaha, pelukis, dan yang terahir adalah desainer pakaian batik. Dari semua citi-citaku itu yang aku pilih adalah desainer pakaian batik.
Aku memilih menjadi desainer batik karna aku itu saaa……………ngat suka batik. bagiku batik itu sangat indah dan sangat mencerminkan keberagaman Indonesia negara tercinta
Hei, gimana kalau aku ceritakan sejarah batik mau tentu mau dong kan kalian temanku.
Gini nih ehem,

Asal Usul Batik

Batik yang merupakan salah satu khasanah budaya sekaligus warisan nenek moyang telah mengalami ancaman kepunahan. Banyaknya batik asli yang jatuh ketangan kolektor asing membuat ironis, apalagi sangat sedikit dari kita yang peduli akan hal ini.

Begitu pula dengan beberapa motif batik yang kini juga banyak hilang di telan jaman karena kurang pedulinya masyarakat dengan warisan budaya yang satu ini. Merupakan tanggung jawab besar bagi kita untuk menjaga batik yang telah diakui dunia. Indonesia wajib melestarikan dan terus mengembangkan batik di masa mendatang.

Kepedulian ini ditunjukkan oleh beberapa orang yang konsisten dengan budaya batik. Dengan segala upaya dan kemampuannya mereka dengan telaten melakukan hal yang membuat batik agar tidak punah dan dikenal setiap generasi. Selain itu harus ada re-generasi dalam pelestarian ini.

Hal ini dilakukan oleh mendiang Iwan Tirta yang mempunyai nama asli Nusjirwan Tirtaamidjaja. Pria kelahirani Blora, Jawa Tengah, 18 April 1935 meninggal di Jakarta, 31 Juli 2010 pada umur 75 tahun adalah seorang perancang busana asal Indonesia yang sangat dikenal melalui rancangan-rancangan busanannya yang menggunakan unsur-unsur batik.

Dalam hal pelestarian budaya tradisional Indonesia, namanya tidak diragukan lagi. Dia berhasil menjual batik khas Indonesia hingga ke mancanegara. Meskipun pendidikan formalnya adalah School of Oriental and African Studies di London University dan master of laws dari Yale University, Amerika Serikat, ia justru menemukan dunianya sebagai desainer yang cinta batik.

Iwan Tirta mulai bersentuhan dengan batik pada tahun 1960-an. Saat itu Dia sedang bersekolah di USA. Selama di sana, Dia sering mendapat pertanyaan tentang bagaimana budaya Indonesia. Hal itu membuat dirinya ingin mengenal lebih jauh budaya negerinya sendiri. Belajarpun dilakoninya dengan serius, membedah sekaligus mendalami budaya tanah air.

Ketertarikan secara khusus kepada batik lahir ketika atas dana hibah dari Dana John D Rockefeller III, Iwan mendapat kesempatan mempelajari tarian keraton Kesunanan Surakarta. Di sanalah Iwan memutuskan mendalami batik dan bertekad mendokumentasi serta melestarikan batik. Hasil penelitiannya ia simpulkan dalam bukunya yang pertama, Batik, Patterns and Motifs pada tahun 1966.

Kepekaan seni dan pergaulannya yang luas dengan berbagai kalangan dari Timur dan Barat membuatnya mampu membawa batik menjadi busana yang diterima bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Tiga puluh tahun kemudian, pemahaman dan pengalamannya tentang batik ia tuangkan dalam bukunya Batik, A Play of Light and Shades (1996).

Selain merancang busana, Iwan juga sampai kepada seni kriya lain. Energi kreatifnya juga tersalur dengan merancang perhiasan yang inspirasinya dari perhiasan keraton.

Iwan terus mendokumentasikamotif batik tua, termasuk milik Puri Mangkunegaran, Solo, ke dalam data digital dan ke atas kertas. Data tersebut menjadi pegangannya dalam mengembangkan motif baru yang terus di kembangkan sesuai selera zaman dengan tetap mempertahankan ciri khasnya, yaitu warna cerah dan motif berukuran besar.

Berbeda yang dilakukan Hartono Sumarsono salah satu kolektor kain batik langka. Persinggungan yang intens dengan kain batik membuahkan kecintaan yang mendalam. Terlebih ketika melihat kain-kain langka Indonesia terbang ke tangan kolektor asing. Bagi Hartono Sumarsono (57), perkenalannya dengan batik sudah dimulai sejak dia masih duduk di bangku SMA.

Pengetahuannya tentang batik mengantarnya pada komunitas kolektor ataupun broker batik antik. Dari mereka, saya mendengar dan melihat bagaimana batik-batik kuno kita yang langka dibawa ke luar Indonesia oleh kolektor-kolektor asing. Dari situ muncul perasaan prihatin. Sayang betul kalau warisan budaya kita habis. Masa untuk melihat batik Indonesia nanti kita mesti ke Belanda atau Inggris? katanya.

Hartono kini memiliki ratusan batik kuno yang langka. Sebut saja batik dengan ragam hias Von Franquemont, batik dongeng dari Metzelaar, Van Zuylen, Padmo Soediro (bangsawan Jawa yang menjadi kepala urusan rumah tangga Lies van Zuylen), dan lainnya.

Dari koleksi saya yang ratusan itu, sekitar 300 yang saya anggap benar benar bagus dan langka. Sisanya, sebanyak 600-an, adalah batik kuno yang kategorinya sedang saja. Rasa senang dan cinta terhadap kain batik kian hari kian dalam. Ia pun sering memamerkan koleksinya di eventevent budaya agar lebih dikenal oleh generasi muda.

Ya sudah yang penting kita semua sudah taukan asal usul batik, daaaahh…. 



Tentang Penulis
Penulis Nuril Qolbi Huda
Penulis adalah siswa SDIT AR RUHUL JADID dan masih mengenyam pendidikan di sekolah tersebut, saat tulisan ini di terbitkan beliau masih duduk di kelas 5.

Powered by Blogger.