Seorang Mukmin Kecil
Manakala Umar Bin Khatab menjadi Amirulmukminin, dia merasakan tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya sangatlah sulit dan berat. Dia harus berjaga setiap malam untuk mengurusi dan memperhatikan keaadaan seluruh penduduknya, sedangkan pada saat yang sama dia juga memikul tugas untuk menyiarkan agama Islam ke seluruh dunia, dan mengirimkan tentara perang untuk melawan tentara Persia dan tentara Romawi...
Dia sama sekali tidak ingin memiliki sesuatu apapun yang ada di dunia ini, dia hanya berusaha untuk mempersiapkan kehidupannya di akhirat kelak, beribadah, dan banyak berzikir kepada Allah SWT.
Suatu ketika, manakala Umar bin Khatab sedang berkeliling kesana-kemari untuk melihat keadaan kaum Muslimin, yang jauh dari kota Madinah Al-Munawwarah, ibukota pemerintahannya, dia berjumpa dengan seorang hamba sahaya kecil yang sedang menggembalakan domba. Umar merasa tertarik untuk berbincang-bincang dengannya.
Penggembala kecil itu tidak mengetahui bahwa orang yang akan mengajaknya berbincang-bincang adalah Amirulmukminin, seorang Khalifah pengganti Rasullullah SAW.
Umar tergerak hatinya untuk menguji hamba sahaya kecil panggembala domba itu. Umar lalu berkata kapadanya sambil menunjuk seekor domba yang gemuk.
“Maukah engkau memberikan domba itu kepadaku?.”
“Apa?” Penggembala kecil itu menyergah dengan suara kuat karena kaget.
“Kenapa? Apakah engkau merasa keberatan memberikannya kepadaku?” tanya Umar.
“Sesungguhnya aku ini telah mendapatkan amanat dan kepercayaan. Kalaulah domba-domba itu milikku, maka aku tidak akan merasa keberatan untuk memberikan seekor diantaranya.”
“Sikapmu itu merupakan sifat yang sangat kikir.” kata Umar.
Penggembala kecil itu kemudian menjawab ucapan Umar:
“Aku wahai tuan, adalah seorang hamba sahaya majikanku. Dan dia adalah pemilik domba-domba ini. Aku tidak berhak untuk memberikannya kepadamu dan juga untuk diriku sendiri.”
Umar berkata kepadanya: “Janganlah kamu besikap bodoh... katakan saja kepada majikanmu bahwa sesungguhnya seekor serigala telah menerkam dan memakannya ketika domba itu jauh dari kawanannya... majikanmu pasti mempercayai ucapanmu, karena kejadian serupa itu sudah sangat biasa, dan sering kali terjadi.”
“Tidak, tidak, wahai tuanku .... ini mustahil.... aku tidak akan melakukan tindakan seperti itu. Andaipun majikanku mempercayai ucapanku, lalu apakah aku bisa menyembunyikannya dari Allah SWT yang tidak ada sesuatupun yang bisa disembunyikan dari-Nya?. Apakah aku bisa menyembunyikannya dari malaikat pancatat amal perbuatan kita, Raqib dan Atid?.Mendengar jawaban seperti itu, Umar kemudian meninggalkan penggembala kecil itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun... akan tetapi ia sangat terkagum dengan jawaban yang menunjukkan dalamnya keimanan penggembala kecil itu kepada Allah SWT, yang mengetahui segala sesuatu yang berlaku, baik yang kecil maupun yang besar. Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.
Umar bin Khatab kembali ke Madinah dan langsung menuju ke rumah pemilik domba yang digembalakan oleh anak kecil tadi dan mengetuk pintu rumahnya. Lelaki pemilik domba itu merasa sangat heran dan kaget karena Amirulmukminin mengetuk pintu rumahnya. Maka keluarlah dia untuk menyambut kedatangan Umar, dan mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah.
Selanjutnya, Sayyidina Umar berkata kepada lelaki itu, “Apakah engkau mempunyai seorang hamba kecil yang menggembalakan sekawanan domba milikmu di luar kota Madinah?”
“Ya”, jawabnya.
“Aku ingin agar engkau menjual anak itu kepadaku bersama seluruh kawanan domba yang digembalakannya.” kata Umar.
“Bagaimana jika aku tidak ingin menjualnya?”
“Aku akan datang lagi kesini untuk membelinya, seperti hari ini.” jawab Umar.
“Apakah Amirulmukminin bersedia jika hamba kecil berikut domba yang digembalakannya kuhadiahkan saja?”
“Tidak... Aku tidak ingin menerimanya sebagai hadiah. Aku hanya ingin membelinya.” jawab Umar.
“Kalau begitu, bayarlah kawanan domba beserta anak itu sesuai dengan harga yang Amirulmukminin inginkan.” kata si pemilik domba.
“Aku hanya ingin membelinya sesuai dengan harga pasaran.” jawab Umar.
Kedua hamba Allah itu kemudian menghitung harga sekawanan domba itu, berikut harga hamba sahaya kecil penggembalanya, seperti harga yang berlaku di pasaran pada waktu itu. Lalu Umar melakukan pembayaran kepada lelaki itu.
Pada saat anak kecil penggembala domba pulang bersama domba-domba yang digembalakannya, ia merasa heran melihat lelaki yang pernah meminta seekor domba kepadanya, sedang duduk di samping majikannya.
Rasa herannya berubah menjadi rasa takut, ketika dia mengetahui bahwa lelaki itu tidak lain adalah Amirulmukminin, Umar bin Khattab.
Saat-saat yang menegangkan bagi anak itu tiba. Ketika ia dipanggil oleh Sayyidina Umar dan majikannya, dia melangkahkan kakinya dengan sangat berat, dia berjalan pelan-pelan, dengan perasaan duka cita yang menyelimuti dirinya.
Ternyata Amirulmukminin berdiri menyambut kedatangannya seraya berkata : “Bergembiralah, dan bersuka rialah, wahai saudara kecilku.”
Penggembala kecil itu tidak mempercayai apa yang telah didengar oleh kedua telinganya.....Mengingat status dirinya sebagai seorang hamba sahaya, dia merasa tidak yakin bahwa kata sambutan itu adalah untuk dirinya, apalagi ketika melihat Umar sampai berdiri menyambutnya.
Lidahnya terasa kelu dan tidak kuasa untuk mengucapkan sepatah katapun.
Tiba-tiba Amirulmukminin berkata kepadanya : “Kesinilah........ Kesinilah untuk duduk disampingku.”Penggembala kecil itu semakin kaget, dan dia semakin tidak kuasa untuk berkata apa-apa atau melangkahkan kakinya ke depan. Kakinya bergetar, matanya terbelalak, dan mulutnya terbuka.
“Saya..., saya diminta duduk di samping Amirulmukminin?.Penggembala kecil itu belum juga mempercayai apa yang telah berlangsung dan telah terjadi.Barangkali ini hanya mimpi, katanya dalam hati.Dia masih tetap terdiam di tempatnya, tidak berkata dan juga tidak bergerak.
Suara Amirulmukminin semakin kuat berbicara kepada penggembala kecil itu: ”Ketahuilah olehmu bahwa sejak saat ini engkau telah menjadi manusia yang merdeka, demi Allah SWT.”
Pada saat itulah penggembala itu baru bergerak. Dia ingin bersujud di kaki Amirulmukminin, atau mencium kedua tangannya, akan tetapi dia takut dan malu...... Bumi ini terasa berputar, kemudian dia mencari sesuatu untuk tempat bersandar. Terdengar olehnya Sayyidina Umar melanjutkan perkataannya : “Dan domba-domba itu menjadi milikmu.”
Penggembala kecil itu tidak dapat lagi menguasai dirinya, meneteslah air mata gembira ke kedua pipinya.
Sayyidina Umar kemudian meletakkan kedua tangannya di atas pundak anak itu, dan menepuk-nepuknya agar dia tenang kembali seraya berkata:
“Janganlah engkau merasa heran dan kaget, karena sesungguhnya pada saat kita sedang berada di tempat penggembalaan domba itu, engkau telah menyampaikan sebuah kalimat yang telah menyelamatkanmu dari penghambaan (perbudakan) di dunia. Engkau telah mengatakan: "Andaipun majikanku mempercayai ucapanku, lalu apakah aku bisa menyembunyikannya dari Allah SWT yang tidak ada sesuatupun yang bisa disembunyikan dari-Nya?”
“Itulah kalimat iman yang telah memindahkan dirimu kepada dunia bebas merdeka. Kami tidak hendak mengekalkan seorang manusia mukmin untuk tetap menjadi hamba sahaya bagi manusia..... Sesungguhnya aku telah memohon kepada Allah agar menyelamatkan dirimu dari azab di akhirat kelak, sebagaimana Dia telah menyelamatkan dirimu dari azab penghambaan di dunia ini.”
Sang penggembala kecil kemudian menggiring domba-dombanya.....
Sekarang dia telah memiliki kemerdekaan dan kebebasan, memiliki domba, serta mempunyai hak untuk memberikan seekor diantaranya kepada Umar bin Khattab, Amirulmukminin, khalifah pengganti Rasulullah SAW.
Umar tersenyum kepada penggembala kecil itu atas usahanya untuk mengungkapkan terima kasihnya kepadanya. Umar kemudian berkata :
“Sesungguhnya segala puji dan ucapan terima kasih hanyalah patut disampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada kita.
Dia sama sekali tidak ingin memiliki sesuatu apapun yang ada di dunia ini, dia hanya berusaha untuk mempersiapkan kehidupannya di akhirat kelak, beribadah, dan banyak berzikir kepada Allah SWT.
Suatu ketika, manakala Umar bin Khatab sedang berkeliling kesana-kemari untuk melihat keadaan kaum Muslimin, yang jauh dari kota Madinah Al-Munawwarah, ibukota pemerintahannya, dia berjumpa dengan seorang hamba sahaya kecil yang sedang menggembalakan domba. Umar merasa tertarik untuk berbincang-bincang dengannya.
Penggembala kecil itu tidak mengetahui bahwa orang yang akan mengajaknya berbincang-bincang adalah Amirulmukminin, seorang Khalifah pengganti Rasullullah SAW.
Umar tergerak hatinya untuk menguji hamba sahaya kecil panggembala domba itu. Umar lalu berkata kapadanya sambil menunjuk seekor domba yang gemuk.
“Maukah engkau memberikan domba itu kepadaku?.”
“Apa?” Penggembala kecil itu menyergah dengan suara kuat karena kaget.
“Kenapa? Apakah engkau merasa keberatan memberikannya kepadaku?” tanya Umar.
“Sesungguhnya aku ini telah mendapatkan amanat dan kepercayaan. Kalaulah domba-domba itu milikku, maka aku tidak akan merasa keberatan untuk memberikan seekor diantaranya.”
“Sikapmu itu merupakan sifat yang sangat kikir.” kata Umar.
Penggembala kecil itu kemudian menjawab ucapan Umar:
“Aku wahai tuan, adalah seorang hamba sahaya majikanku. Dan dia adalah pemilik domba-domba ini. Aku tidak berhak untuk memberikannya kepadamu dan juga untuk diriku sendiri.”
Umar berkata kepadanya: “Janganlah kamu besikap bodoh... katakan saja kepada majikanmu bahwa sesungguhnya seekor serigala telah menerkam dan memakannya ketika domba itu jauh dari kawanannya... majikanmu pasti mempercayai ucapanmu, karena kejadian serupa itu sudah sangat biasa, dan sering kali terjadi.”
“Tidak, tidak, wahai tuanku .... ini mustahil.... aku tidak akan melakukan tindakan seperti itu. Andaipun majikanku mempercayai ucapanku, lalu apakah aku bisa menyembunyikannya dari Allah SWT yang tidak ada sesuatupun yang bisa disembunyikan dari-Nya?. Apakah aku bisa menyembunyikannya dari malaikat pancatat amal perbuatan kita, Raqib dan Atid?.Mendengar jawaban seperti itu, Umar kemudian meninggalkan penggembala kecil itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun... akan tetapi ia sangat terkagum dengan jawaban yang menunjukkan dalamnya keimanan penggembala kecil itu kepada Allah SWT, yang mengetahui segala sesuatu yang berlaku, baik yang kecil maupun yang besar. Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.
Umar bin Khatab kembali ke Madinah dan langsung menuju ke rumah pemilik domba yang digembalakan oleh anak kecil tadi dan mengetuk pintu rumahnya. Lelaki pemilik domba itu merasa sangat heran dan kaget karena Amirulmukminin mengetuk pintu rumahnya. Maka keluarlah dia untuk menyambut kedatangan Umar, dan mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah.
Selanjutnya, Sayyidina Umar berkata kepada lelaki itu, “Apakah engkau mempunyai seorang hamba kecil yang menggembalakan sekawanan domba milikmu di luar kota Madinah?”
“Ya”, jawabnya.
“Aku ingin agar engkau menjual anak itu kepadaku bersama seluruh kawanan domba yang digembalakannya.” kata Umar.
“Bagaimana jika aku tidak ingin menjualnya?”
“Aku akan datang lagi kesini untuk membelinya, seperti hari ini.” jawab Umar.
“Apakah Amirulmukminin bersedia jika hamba kecil berikut domba yang digembalakannya kuhadiahkan saja?”
“Tidak... Aku tidak ingin menerimanya sebagai hadiah. Aku hanya ingin membelinya.” jawab Umar.
“Kalau begitu, bayarlah kawanan domba beserta anak itu sesuai dengan harga yang Amirulmukminin inginkan.” kata si pemilik domba.
“Aku hanya ingin membelinya sesuai dengan harga pasaran.” jawab Umar.
Kedua hamba Allah itu kemudian menghitung harga sekawanan domba itu, berikut harga hamba sahaya kecil penggembalanya, seperti harga yang berlaku di pasaran pada waktu itu. Lalu Umar melakukan pembayaran kepada lelaki itu.
Pada saat anak kecil penggembala domba pulang bersama domba-domba yang digembalakannya, ia merasa heran melihat lelaki yang pernah meminta seekor domba kepadanya, sedang duduk di samping majikannya.
Rasa herannya berubah menjadi rasa takut, ketika dia mengetahui bahwa lelaki itu tidak lain adalah Amirulmukminin, Umar bin Khattab.
Saat-saat yang menegangkan bagi anak itu tiba. Ketika ia dipanggil oleh Sayyidina Umar dan majikannya, dia melangkahkan kakinya dengan sangat berat, dia berjalan pelan-pelan, dengan perasaan duka cita yang menyelimuti dirinya.
Ternyata Amirulmukminin berdiri menyambut kedatangannya seraya berkata : “Bergembiralah, dan bersuka rialah, wahai saudara kecilku.”
Penggembala kecil itu tidak mempercayai apa yang telah didengar oleh kedua telinganya.....Mengingat status dirinya sebagai seorang hamba sahaya, dia merasa tidak yakin bahwa kata sambutan itu adalah untuk dirinya, apalagi ketika melihat Umar sampai berdiri menyambutnya.
Lidahnya terasa kelu dan tidak kuasa untuk mengucapkan sepatah katapun.
Tiba-tiba Amirulmukminin berkata kepadanya : “Kesinilah........ Kesinilah untuk duduk disampingku.”Penggembala kecil itu semakin kaget, dan dia semakin tidak kuasa untuk berkata apa-apa atau melangkahkan kakinya ke depan. Kakinya bergetar, matanya terbelalak, dan mulutnya terbuka.
“Saya..., saya diminta duduk di samping Amirulmukminin?.Penggembala kecil itu belum juga mempercayai apa yang telah berlangsung dan telah terjadi.Barangkali ini hanya mimpi, katanya dalam hati.Dia masih tetap terdiam di tempatnya, tidak berkata dan juga tidak bergerak.
Suara Amirulmukminin semakin kuat berbicara kepada penggembala kecil itu: ”Ketahuilah olehmu bahwa sejak saat ini engkau telah menjadi manusia yang merdeka, demi Allah SWT.”
Pada saat itulah penggembala itu baru bergerak. Dia ingin bersujud di kaki Amirulmukminin, atau mencium kedua tangannya, akan tetapi dia takut dan malu...... Bumi ini terasa berputar, kemudian dia mencari sesuatu untuk tempat bersandar. Terdengar olehnya Sayyidina Umar melanjutkan perkataannya : “Dan domba-domba itu menjadi milikmu.”
Penggembala kecil itu tidak dapat lagi menguasai dirinya, meneteslah air mata gembira ke kedua pipinya.
Sayyidina Umar kemudian meletakkan kedua tangannya di atas pundak anak itu, dan menepuk-nepuknya agar dia tenang kembali seraya berkata:
“Janganlah engkau merasa heran dan kaget, karena sesungguhnya pada saat kita sedang berada di tempat penggembalaan domba itu, engkau telah menyampaikan sebuah kalimat yang telah menyelamatkanmu dari penghambaan (perbudakan) di dunia. Engkau telah mengatakan: "Andaipun majikanku mempercayai ucapanku, lalu apakah aku bisa menyembunyikannya dari Allah SWT yang tidak ada sesuatupun yang bisa disembunyikan dari-Nya?”
“Itulah kalimat iman yang telah memindahkan dirimu kepada dunia bebas merdeka. Kami tidak hendak mengekalkan seorang manusia mukmin untuk tetap menjadi hamba sahaya bagi manusia..... Sesungguhnya aku telah memohon kepada Allah agar menyelamatkan dirimu dari azab di akhirat kelak, sebagaimana Dia telah menyelamatkan dirimu dari azab penghambaan di dunia ini.”
Sang penggembala kecil kemudian menggiring domba-dombanya.....
Sekarang dia telah memiliki kemerdekaan dan kebebasan, memiliki domba, serta mempunyai hak untuk memberikan seekor diantaranya kepada Umar bin Khattab, Amirulmukminin, khalifah pengganti Rasulullah SAW.
Umar tersenyum kepada penggembala kecil itu atas usahanya untuk mengungkapkan terima kasihnya kepadanya. Umar kemudian berkata :
“Sesungguhnya segala puji dan ucapan terima kasih hanyalah patut disampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada kita.
Post a Comment